Senin, 02 Oktober 2017

Cara Meraih Kesuksesan Dalam Nadhom Alfiyah

 Strategi Meraih Kesuksesan Dalam

Nadhom Alfiyah☺

1. Sampaikanlah yang Bermanfaat dan Istikamahlah

Bait kedelapan berbunyi:
 #كَلاَمُنَا لَفْظٌ مُفِيْدٌ كَاسْتَقِمْ
Kalam menurut kami (Ulama Nahwu) adalah ucapan yang memberi faidah, seperti ungkapan: Istikamahlah.
Definisi kalam atau ungkapan dalam Alfiyah dibuat simpel namun dalam. Cukup dengan perkataan mufid. Secara gampang, mufid adalah keadaan ungkapan yang membuat pendengar memahami atau mengerti apa isi ungkapan itu.
Makna isyari-nya, katakanlah hal yang memberi bermanfaat. Pengambilan contoh menggunakan kata istaqim seolah mengisyaratkan agar pembaca tekun dan berdisiplin jika ingin mempelajari isi kitab ini.

2. Berbuat Kebaikan atau Senang dengan Kebaikan

 … # وَرَغْبَةٌ فِي الْخَيْر خَيْرٌ وَعَمَلْ بِرَ يَزِيْنُ
Senang terhadap kebaikan adalah juga kebaikan. Perbuatan baik bisa menghiasi diri …
Kalimat dalam potongan bait ke 127 tersebut adalah contoh dari ism nakirah yang boleh dibuat mubtada. Penyebabnya, nakirah tersebut beramal menashabkan kata sesudahnya.
Sehingga kata fi al-khair, secara posisi tarkibnya dalam mahal nashab. Sedangkan kalimat kedua adalah contoh nakirah yang di-idhafahkan kepada nakirah lain sehingga ia bisa dibuat sebagai mubtada.
Makna tersirat dari bait di atas mengingatkan kita pada salah satu ungkapan dari Abu Darda, “Jadilah orang alim, atau pelajar, ataupun penggemar, ataupun pengikut. Jangan jadi yang ke lima, sehingga kau akan hancur.” Ditanyakan, “Apa yang kelima?” “Yaitu ahli bidah”.
Menurut al-Baihaqi perkataan ini dari jalur riwayat lain merupakan hadits marfu’ yang derajatnya daif (al-Madkhal ilaa as-Sunan al-Kubra, 1/288).
Makna bait tersebut, senanglah terhadap kebaikan, karena itu juga sudah termasuk kebaikan. Lebih baik lagi jika meningkat ke perbuatan baik yang tentu menghiasi pelakunya.

3. Bersungguh-Sungguh, Lalu Berbahagialah

وَقَدْ يَنُوْبُ عَنْهُ مَا عَلَيْهِ دَلّ#  كَجِدَّ كُلَّ الْجِدِّ وَافْرَحِ الْجَذَلْ
Terkadang, ungkapan yang menunjukkan makna mashdar juga bisa menggantikan mashdar sebagai maf’ul muthlaq. Seperti,… (Bersungguhlah dengan segala kesungguhan dan berbahagialah dengan segala kebahagiaan).”
Bait ke 289 ini adalah perluasan keterangan tentang maf’ul muthlaq. Fungsinya dalam kalam adalah sebagai penguat, memperjelas jenis macam perbuatan, ataupun menjelaskan berapa kali perbuatan atau fi’il.
Maknanya jelas, ketika usaha kita dalam meraih tujuan dibarengi kesungguhan yang maksimal, tatkala berhasil, kesuksesan itu akan membuahkan rasa bahagia yang berlipat ganda. Dalam bahasa Indonesia, kutipan contoh bait di atas selaras dengan ungkapan Berakit-rakit dahulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.

4. Strategi Meraih Tujuan

وَزَكِّهِ تَزْكِيَةْ وَأَجْمِلاَ #  إِجْمَالَ مَنْ تَجَمُّلاً تَجَمَّلاَ
وَاسْتَعِذِ اسْتِعَاذَةً ثُمَّ أَقِمْ #  إِقَامَةً وَغَالِبَاً ذَا الْتَّا لَزِمْ
Bersihkanlah sebersih-bersihnya, perindahlah seindah-indahnya sebagaimana orang yang memperindah dengan sungguh-sungguh.
Carilah perlindungan dengan sungguh-sungguh, kemudian bangkitkanlah dengan sungguh-sungguh.
Umumnya, ta pada kalimat ini menetap/tidak terbuang.
Bait ke 448 dan 449 tersebut adalah contoh dan isyarat tentang bentuk mashdar qiyasi untuk fi’il tsulasi mazid atau kata kerja yang lebih dari tiga huruf. Pada fiil yang memiliki huruf ilat di tengah (bina ajwaf) maka bentuk mashdar-nya memerlukan tambahan ta pada akhir kata.
Saya cenderung memaknai 2 bait ini sebagai strategi perjuangan atau pergerakan. Pertama bersihkan hati dan tata niat. Selanjutnya bekerjalah sebaik dan serapi mungkin.
Kemudian kita memerlukan perlindungan. Ada istilah backing atau pelindung dalam setiap gerakan yang berpotensi mengundang bahaya. Selanjutnya, saat semua rencana dan strategi matang, bangkit dan raihlah tujuan Anda.

5. Pantang Menyerah

لاَ أَقْعُدُ الْجُبْنَ عَنِ الْهَيْجَاءِ#  وَلَوْ تَوَالَتْ زُمَرُ الأَعَدَاءِ
Tak akan aku berpangku tangan karena takut berperang, meskipun pasukan musuh datang bertubi-tubi.
Sengaja bait ini diakhirkan agar lebih berkesan. Urutan ke 302, dan bait terakhir dalam bab maf’ul lah. Menerangkan bahwa mashdar atau kata kerja asal yang memenuhi syarat untuk menjadi maf’ul lah (sama waktu dan pelaku dengan fiil yang dijelaskan alasannya) bisa saja digunakan sebagai maf’ul lah dengan disertai alif lam.
Maknanya jelas. Sebuah moto dalam berjuang meraih tujuan. Tetap teguh meski ujian dan cobaan menghadang. Tak akan mundur meski hancur, tak kan gentar meski harus terkapar. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.
 TRIMAKASIH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar